Oct 12, 2014

5 Temuan dari 50 Hari Pertama di Belanda

Akhirnya 50 hari sudah saya di Belanda. Kenapa 50 hari? Karena 30 hari terlalu pendek dan 100 hari takutnya sudah ngga sempet nulis blog huehe. Overall 50 hari ini saya telah bertemu dengan banyak orang dari berbagai negara, dan berkunjung ke beberapa kota di Belanda. Saya sendiri tinggal di sebuah student housing di kota Delft karena mengambil kuliah Master di TU Delft dengan jurusan Management of Technology. Pada postingan ini saya mau me-highlight 5 temuan menarik yang saya dapatkan dari 50 hari kehidupan di Belanda dari hasil stalking yang mendalam, yang saya ngga temui di Indonesia. So here they are..

1. Orang Belanda itu #Efisien


Ini adalah image yang paling membekas buat saya, sampai-sampai saya suka pikir "mungkin kalau Indonesia ngga punya 250 juta penduduk akan jadi kaya gini kali ya". Dengan jumlah penduduk yang hanya 7% dari Indonesia, tentunya jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) produktif di Belanda juga tergolong tidak banyak. Faktor ini membuat mereka smart dalam mensiasati segala kegiatan operasional sehingga tidak mengurangi keterselesaian dan kualitas aktivitas yang dilakukan. Contohnya, di salah satu supermarket, ketika kita membeli buah dan sayuran kiloan, kita harus menimbang sendiri dengan timbangan yang mereka sediakan, lalu mencetak harganya dengan program sederhana yang embedded ke timbangan tersebut. Menurut saya interface-nya cukup intuitif, jadi bisa mudah dipahami oleh orang dari berbagai usia dan negara. Jadi ngga ada tuh mbak-mbak atau mas-mas yang nimbangin dan nempelin harga.


Next..konsumen bisa men-scanning sendiri barcode dari produk yang mereka beli, sehingga tinggal menyetor scanner yang sudah penuh list barang belanja ke kasir. Avoiding kassa line!

Step-by-step self-scanning (sumber: jumbosupermarket.nl)
Nah, di supermarket lain malah ada yang lebih ekstrim. Setelah semua item kita scan, pembayaran dilakukan dengan mengembalikan scanner ke dock-nya, dan semua daftar belanja kita otomatis ditransfer ke kasir.....yang hanya terdiri dari sebuah komputer. Komputer ini akan menerima pembayaran kita baik dengan cash maupun card.

"Mbak-mbak" kasir (sumber : http://whatthedutch.wordpress.com/)
Sistem self-service seperti di atas banyak dapat ditemukan di Belanda, contohnya seperti parking-meter untuk pembayaran ongkos parkir mobil, penggunaan printer/fotocopy machine berbayar di kampus, sistem peminjaman/pengembalian buku di perpustakaan (at least di kampus saya), dan tak lupa vending machine untuk pembelian snack bar, rokok, dan hot meal seperti hamburger/kroket/chicken nugget.

Self-service hot meal (sumber: thedishh.com)
Ada juga yang tetap mendayagunakan SDM, namun tetap dioptimalkan kerjanya. Misal, di beberapa supermarket, kasir juga merangkap melakukan bersih-bersih toko. Ada juga restoran yang pelayannya kemana-mana membawa semacam smart device merangkap EDC, jadi ketika mencatat, meneruskan pesanan ke dapur, dan memproses pembayaran semuanya bisa ia lakukan tanpa perlu banyak jalan kesana kemari. Sooo efficient!

Efisiensi lain yang sangat terasa juga adalah penggunaan "Blackboard", yang merupakan suatu sistem informasi (SI) terpusat di TU Delft sebagai media informasi tentang hal akademik maupun non-akademik, komunikasi dengan dosen, dan pengurusan nilai-nilai. Di kampus saya terdahulu di ITB, kita memang juga mengenal beberapa jenis SI seperti webmail, ol.akademik.itb.ac.id, dan blended learning; namun menurut saya penggunaan ketiganya belum optimal dan terintegrasi. Sebenarnya hawa-hawa efisiensi ini sudah mulai "tercium" semenjak saya mendaftar ke TU Delft, dimana mekanisme pendaftaran terbilang cukup praktis, dengan meng-upload semua berkas melalui satu gerbang pendaftaran dan baru kemudian mengirim hardcopy-nya. Setelah tiba disini proses daftar ulangnya juga sangat efisien, karena semua registrasi yang berhubungan dengan universitas, kewarganegaraan (izin tinggal), akomodasi, beasiswa, dan pembuatan akun bank dilakukan dalam 1 tempat sajah dalam waktu yang tidak sampai 30 menit! How efficient!

(kira-kira udah berapa kali saya nulis kata 'efisien' disini?)

2. Orang Belanda itu #Mandiri


Temuan kedua ini tampaknya juga ada efek dari jumlah penduduk. Karena penduduknya sedikit dan (yang saya tahu) ada penduduk yang biaya hidupnya didukung pemerintah,  maka unskilled labor seperti Pembantu Rumah Tangga (PRT) juga sangat langka (atau malah ngga ada?). Akibat (positif)nya, orang Belanda jadi mandiri sejak kecil sampai lanjut usia. Manula disini belanja sendiri lho ke supermarket, tentunya dengan kendaraan spesial seperti ini:


Siapapun bisa belanja kemanapun dengan alat ini (sumber: gazette.net)
Seru banget ya. Mereka jadi ngga perlu capek jalan dan membawa belanjaan. Untung saya masih tau diri pake sepeda dan bawa kantong belanja :P nah tentang kantong belanja juga, disini bayar lho, sekitar 0.5 - 1 Euro. Lumayan kan bisa buat beli candy bar atau es krim. Saya belum cari tahu sih apa ini kebijakan pemerintah untuk mendukung campaign ramah lingkungan atau gimana, tapi kalau dipikir memang buat apa koleksi kantong kresek banyak-banyak, kalo koleksi duit sih ngga papa ya. Jadi kembali kita dituntut untuk mandiri membawa kantong belanja ketika akan bepergian.....dan membawa botol minum! Karena air mineral harganya paling murah 1 Euro, ngga seperti di Indonesia yang harganya 1/10-nya. Bawa botolnya aja juga bukan jaminan ketemu water tap di semua tempat, jadi pastikan bawa yang sudah penuh ya :)

Hal lain yang harus mandiri pastinya adalah.....masak! Mungkin karena disini ngga ada PRT, makanannya serba praktis seperti sandwich dkk. Bahkan di supermarket banyak dijual makanan 1/2 jadi yang tinggal di-microwave saja. Nah masalah akan timbul buat orang asli Indonesia seperti saya yang lidahnya sudah biasa sama yang asin-asin dan pedes-pedes. Jadilah awalnya terpaksa masak, tapi lama-lama malah ketagihan deh. Untung Ibu saya yang super jago masak sudah menurunkan beberapa ilmunya sebelum saya berangkat. Nantikan blogpost tentang makanan-makanan sederhana karya saya ya huehe.

Untuk cuci baju di apartment saya menggunakan mesin cuci bersama, tapi harus disetrika sendiri, tidak seperti di Bandung yang banyak menjual jasa cuci+setrika Rp 7000 saja per kilo (hiks). Fyi orang disini sangat concern dengan kebersihan, jadi segala fasilitas publik yang ada di apartment juga diwanti-wanti supaya selalu bersih. Saking harus mandirinya jaga kebersihan, sampai-sampai waktu saya eksursi bersama teman-teman sejurusan di luar kota, aula tempat makan harus kita bereskan sendiri juga baik habis sarapan, makan siang, dan makan malam. Saya ngga kebayang kalau sistem seperti ini diterapkan di Indonesia masih profit ngga ya penginapannya :))

#3 Orang Belanda itu #Disiplin


Kalau poin yang satu ini pasti sering disebut oleh orang yang baru tiba di Belanda seperti saya. Jadwal armada transportasi publik seperti bis, trem, dan kereta sangat teratur dan on-time. Ini tidak sulit diterapkan di Belanda karena jalanannya tidak banyak macet seperti di Jakarta. Enaknya lagi, kartu pembayarannya cukup 1 bernama "OV Chipkaart" untuk semua tipe armada. Kalau di Jakarta terakhir yang saya tahu kartu Commuter Line tidak bisa digunakan untuk Busway dan sebaliknya, kalaupun ada itu adalah edaran dari bank yang mana macam-macam bank produsernya. Armadanya juga tidak ada yang "ngetem" seperti angkot atau "on call" seperti ojek. Jadi kalau di Indonesia angkot yang menunggu kita, disini kita yang menunggu bis/trem/kereta. Kalau mau fleksibel tentunya naik sepeda untuk jarak tempuh yang tidak jauh.


Hal kedua yang melatih disiplin disini adalah jadwal kuliah yang on-time. Dosen sudah datang 5-10 menit sebelum kuliah dimulai dan selesai tepat pada waktunya. Dosen yang tidak bisa datang akan memberi pengumuman via Blackboard. Terkait kuliah, disini diterapkan sistem triwulan instead of semester, sehingga bisa dibilang load-nya sangat padat, bisa 16 bab dipelajari hanya dalam 6 pertemuan! Mau tidak mau kita harus disiplin dengan waktu belajar kita. Time management sangat diasah disini!

#4 Orang Belanda itu #Seimbang
Maksudnya adalah work-life balance. Meskipun kuliahnya terlihat padat, tapi mereka selalu menyempatkan waktu untuk aktivitas hiburan seperti party atau sekedar minum dan hangout di bar. Seimbang lainnya adalah saat kuliah, dimana peraturan disini setiap 45 menit (1 jam pelajaran) harus ada break 15 menit. Awalnya saya merasa ini peraturan yang aneh, tapi lama-lama saya merasa lebih enak dengan cara seperti ini supaya kuliah tidak terasa membosankan. Bahkan kabarnya, bukan hanya kuliah yang ada break-nya, tapi juga di tempat kerja, dan....bioskop!

#5 Orang Belanda itu Just Like Us!
Meskipun mereka lebih straightforward atau to the point ketika mengutarakan pendapat, tapi aslinya mereka ramah-ramah dan sangat helpful (just like us! :D). Dan untungnya berkuliah di Belanda memang adalah sekitar 70% penduduknya bisa berbahasa Inggris dengan baik, jadi tidak sulit untuk berkomunikasi dengan mereka. Beberapa dari mereka fasih dengan makanan-makanan seperti "nasi goreng", "sate ayam", dan "gado-gado"; juga salam-salam seperti "selamat pagi", dll.

Selain temuan umum di atas, saya juga punya komentar tambahan untuk kampus saya, TU Delft. Saya akui kampusnya lebih besar dari ITB (jelas) dan fasilitasnya sangat lengkap untuk mendukung proses belajar. Saya harap perpustakan ITB bisa terus di-improve supaya anak-anaknya gemar ke perpustakaan seperti disini :")

Tampak luar TU Delft Library, salah satu perpustakaan terbaik di Eropa (sumber: TU Delft Library's Flickr)

Tampak dalam; bagian self-service peminjaman/pengembalian buku (sumber: TU Delft Library's Flickr)
Yang menarik juga disini gaya berpakaiannya cenderung sangat kasual, tidak terkecuali dosen-dosennya. Pembawaan rektornya sewaktu penyambutan mahasiswa baru juga sangat kasual, tetap berwibawa dengan sisipan humor.

Nah terakhir sebelum post ini selesai..sedikit tips untuk yang mau bersekolah disini:

  • Cuaca : Waspadai angin yang super kencang dan dingin.
  • Toilet : Harus membiasakan dengan konsep toilet kering.
  • Kultur : Jangan kaget dengan tipe-tipe mahasiswa internasional yang akan kamu temui. Kita bisa belajar banyak dari mereka lho (bukan hanya Dutch students).
  • Di kelas : Usahakan duduk di depan. Bukan supaya keliatan rajin atau ambisius, tapi karena orang Belanda itu tinggi-tinggi banget, bisa-bisa kita ngga bisa lihat papan tulis kalo kehalangan mereka.
  • Ibadah : Khusus untuk muslim, harus banget sih download apps penanda waktu sholat dan kiblatnya. Ini karena waktu sholat disini berubahnya dinamis sekali dan tidak semudah di Indonesia dalam mencari tempat sholat.

Hufff panjang juga ya ceritanya padahal baru 50 hari. Semoga Anda yang membaca enjoy dan bermanfaat ya :-)

Cheers,
Adiska

5 comments:

Unknown said...
This comment has been removed by the author.
Unknown said...

Mbak adis.. bisa minta CPnya.. Email / Facebook dsb,, thankyou

Unknown said...

Halo mbak, salam kenal
Saya berminat ke TU delft, boleh minta kontak email atau whatsapp/BBM mbak?
Ada bbrp hal yang mau tanyakan ttg pendaftaran. Terima kasih :)

Adiska Fardani said...

Hi, boleh kalau mau kontak ke email saya adiskaf@yahoo.com

Rizqi Fahma said...

Salut sama Adiska :-)

Ternyata ada beberapa kesamaan dengan kita juga yah orang-orang disana.

Salam kenal, Adiska :)